Pages

Rabu, 24 Agustus 2016

Jeruk Makan Jeruk

Putra sulung saya memiliki suara nyaring. Jika sedang bermain dengan teman sebayanya, suara tawanya  terdengar paling keras. Begitu pula ketika asik bermain sendiri,  berimajinasi tentang mobil, dengan suara nyaringnya yang cemruwet ia akan menirukan suara-suara mobil berjalan atau mobil mengerem. Riuh rendah, sesekali ditingkahi suara ocehan dan tawa adiknya. Sungguh suasana riang yang senantiasa membuat betah tinggal di rumah.


Namun terkadang, suara nyaringnya menjelma menjadi teriakan tak bermakna, atau teriakan marah minta perhatian. Jika kondisi saya sedang fit, saya bisa menanggapinya dengan kalem. Namun, satu dua kali kondisi emosi saya juga kurang baik. Atau saya sedang melayani adiknya menyusu yang tak bisa ditawar nanti-nanti. Di saat seperti itu saya akui saya bertingkah sama konyolnya dengan kakak.


"Kakak! Ndak usah teriak!! Umi sudah dengar!!! Umi hanya minta Kakak menunggu, nanti Umi datang!!!!"


Nah, lucu kan?! Saya berteriak meminta balita saya berhenti berteriak. Tentunya balitadengan logikanya yang belum matangmenangkap bahwa saya memberinya contoh untuk berteriak saat menginginkan sesuatu, alih-alih mendekat dan menyampaikan maksudnya secara sopan.
Di sinilah pentingnya introspeksi sebagai orang tua.

0 sapa hangat:

Posting Komentar

 
Design Downloaded From Free Wordpress Themes | Free Website Templates | News and Observers