Pages

Kamis, 16 April 2015

Ayah, Ibu dan Anak-anak

Keluarga. Seringkali disebut sebagai miniatur masyarakat-lingkungan sosial- di mana keluarga itu berada. Ia memiliki anggota, dan aturan-aturan yang dikenakan pada anggotanya. Aturan yang ada bisa jadi merupakan sebuah norma yang umum dilazimi masyarakat. Bisa pula berupa aturan yang ditetapkan kepala keluarga. Atau sebentuk kesepakatan yang dibuat dan diamini seluruh anggota keluarga.
Apalagi bagi keluarga muslim, tentunya ada nilai-nilai ideologis yang dijabarkan dalam tujuan, visi dan misi keluarga. Agar keluarga yang dicinta tak hanya bersua sementara di dunia, namun berlanjut hingga menjadi keluarga yang utuh di jannah-Nya.

Teringat satu pernyataan pada seminar parenting "Pendidikan Seks untuk Anak", 29 Maret lalu. Ibu Farida Nuraini selaku narasumber menuturkan kurang lebih begini "Suami Anda sekarang, adalah bentuk didikan orangtuanya dan pengaruh lingkungannya. Karena itu jangan semata mempermasalahkan kekurangan-kekurangannya... Ibu yang tidak tahu cara menjaga bicaranya, dan Ayah yang tidak tahu cara menjadi pemimpin keluarga..."

Saya hanya mampu mengingat potongan-potongan karena benak saya seketika melayang pada figur sebuah keluarga yang entah bagaimana cocok dengan apa yang disebutkan Bu Ida. Perihal yang saya kenang tentang keluarga itu adalah tentang anak-anaknya.

Secara lahir, dalam lingkup sosial, keluarga tersebut adalah keluarga yang banyak jasanya bagi sekitar.
Namun terasa sekali bedanya, jika yang dibicarakan adalah masalah akhlaq dan adab. Anak pertama dan kedua yang sudah berkeluarga, memang lebih 'mapan'. Lebih tahu batasan bagaimana bersikap& menjaga adab. Meski ketika di rumah, atribut adab itu bisa seketika lepas, terutama tampak pada bagaimana mereka berkata-kata sesama saudara, atau bahkan pada orangtua. Namun putra bungsu yang masih 'tercelup' aroma pergaulan masa kini, sungguh kurang sekali adabnya, di dalam maupun luar rumah.
Sangat disayangkan, mengingat semua itu secara sadar atau tidak terjadi akibat kurang bisanya orangtua berperan sebagai orangtua yang Islami.

Ya, orangtua Islami. Dalam Islam, bagaimana orangtua berkata-kata diatur dalam surah An-Nisa ayat 9 (silakan dibuka sendiri nggih, hehe).
Bayangkan jika orangtua, terutama Ibu sering berbicara buruk tentang anaknya. Sedangkan perkataan Ibu seringkali menjadi do'a yang munglin diaminkan malaikat. Miris bukan, jika bagaimana akhlaq anak kita sekarang adalah akibat perkataan kita yang kurang pas dalam mensifati anak-anak kita. "Kamu itu anak bodoh... kamu itu pemalas... kamu tidak punya sopan santun layaknya gelandangan...". Na'udzubillaahi min dzaalik. Wahai ibu, mari membenahi kembali aktivitas lisan kita...
Lalu peran ayah, yang secara khusus dituntut untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Dengan apakah keluarga dijaga dari neraka jika bukan dengan dienul haq? Lalu bagaimana jika seorang ayah abai akan syariat, dan lepas tangan dari pendidikan anak-anaknya? Sungguh, jika Alláh tidak menolong keluarga itu tentulah mereka menjadi keluarga yang hina dunia akhirat. Alláhummaghfirlanaa...

Masih ada waktu, untuk berbenah menjadi orangtua yang Islami dalam membangun keluarga dunia menuju surga. Aamiin


 
Design Downloaded From Free Wordpress Themes | Free Website Templates | News and Observers