Pages

Sabtu, 03 Mei 2014

Saat Kearifan Lokal tak lagi Arif

Hari ini abi uring-uringan. Sedikit bermasalah dengan jama'ah masjid katanya. Saat saya 'kejar' kenapa, ternyata abi agak kecewa dengan sikap pengurus masjid terhadap jamaah masjid.
Masalahnya begini.. Di masjid dekat rumah kami, entah bagaimana muncul terminologi 'jamaah masjid' dan 'warga umum'. Hal itu bisa jadi dillihat dari frekuensi keaktifan warga mengikuti kegiatan masjid. Sesuai adab dalam Islam jika ada orang sakit maka dianjurkan untuk mendoakan (dan mengunjungi tentunya). Di Masjid kami pun begitu. Entah itu jama'ah masjid atau bukan, selama masih tercatat sebagai warga kampung maka pengurus masjid akan mengakomodasi jamaah masjid untuk menjenguk si sakit beramai-ramai. Secara tersirat saya menangkap maksud mulia dalam 'tradisi' ini, yakni memasyarakatkan nilai Islami kepada masyarakat awam. Bahwa jamaah masjid bukanlah kelompok eksklusif yang membatasi diri dengan orang-orang yang se'kufu' saja. Bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamiin. Hal ini merupakan sebentuk kearifan lokal yang dapat menjadi sarana dakwah di kalangan masyarakat awam. 
copied from cahayapurnama
Namun realitanya, dakwah ini tak selalunya disambut dengan meriah. Didekati dengan cara apapun, tak selalunya berujung hidayah bagi orang-orang yang ingin dirangkul. Di sinilah ujian niat--menurut saya. Apakah kita lantas menyerah lantaran sedikitnya peminat atau tetap istiqomah berdakwah dan berusaha selalu berbenah. Masalah yang kemudian terjadi di jamaah masjid kami adalah ketidakseimbangan porsi PeDeKaTe terhadap jama'ah masjid dan warga umum. Ketika warga umum sakit (sekalipun tidak opname), apalagi tokoh masyarakat, pengurus masjid akan seiya sekata untuk menjenguk. Tapi ketika jamaah masjid yang sakit, pengurus masjid malah menunda-nunda menjenguk. Apa pertimbangan? Wallohu a'alam. Mau tidak mau jadi timbul prasangka, apakah ini upaya mencari simpati warga? Jika tokoh masyarakat dirangkul akan memudahkan dakwah di kampung? Akan ada toleransi yang lebih besar bagi aktivitas-aktivitas yang diselenggarakan masjid? Jawabannya satu: BISA JADI. Artinya, hal-hal di atas masih bersifat kemungkinan--belum pasti. Tapi yang pasti adalah, niat dakwah kita perlu dibenahi lagi. Bukankah Rasulullah yang ma'shum pernah Allah tegur dengan surah 'Abasa? Padahal jama'ah masjid pun masih perlu 'sentuhan'. Masih banyak syiar Islam selain sholat dan tholabul ilmi yang belum mereka kenal dan pahami. Bukan tidak mungkin, jama'ah masjid yang tadinya simpatik dengan Islam akan mempertanyakan eksistensi mereka dan berujung pada kesimpulan, "Oh, aktivis masjid ternyata seperti ini toh? Pilih kasih..". Na'udzubillaahi min dzaalik. Tugas kita sekarang--mungkin--adalah mengarifkan kembali kearifan lokal yang sebelumnya kita terapkan. Sudahkah seimbang hak dan kewajiban kita di masyarakat? Apa yang telah kita upayakan dalam dakwah di masyarakat? Mari luruskan niat dan berbenah

0 sapa hangat:

Posting Komentar

 
Design Downloaded From Free Wordpress Themes | Free Website Templates | News and Observers